4 orang sahabat minum di Bar. Mereka berasal dari suku yang berbeda.
Makassar, Manado, Buton dan Ambon.
Pelayan bertanya, “Mau minum apa?”
Makassar : “Mbak, saya pesan Krating Daeng”
Manado : “Mbak, kalo kita Extra Jo”
Buton : “Kalo saya mbak, pesan La Segar”
Ambon menjadi bingung karena teman-temannya memesan minuman sesuai
Dengan dearah masing-masing.
Ambon : “Mbak, kalo gitu beta pesan, Beetaaa......diin”.
.. (HB)
BERKENALAN DENGAN ISPA
DEFENISI
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) merupakan penyakit infeksi di saluran nafas yang bersifat akut (awitan mendadak) yang disebabkan masuknya mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, jamur).
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Secara anatomis penyakit ini dibedakan ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah. Batas antara kedua kelainan ini terletak di laring. Infeksi yang mengenai laring ke atas disebut sebagai ISPA bagian atas, sedangkan bila mengenai dibawah laring disebut sebagai ISPA bagian bawah.
Kelompok yang paling rentan terserang ISPA adalah anak balita, usia 2 bulan hingga 5 tahun. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang memadai agar orangtua bisa mengetahui dan menangani anaknya yang terkena ISPA. Dengan begitu pada akhirnya tingkat kesembuhan anak bisa dicapai maksimal.
ETIOLOGI
Walaupun penyebab ISPA beranekaragam (heterogen) dan komplek namun penyebab terbanyak adalah infeksi virus dan bakteri. Penyebab infeksi ini dapat sendirian atau bersama-sama secara simultan. ISPA sendiri dapat dibedakan atas dua jenis yakni ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah.
Penyebab ISPA akibat infeksi virus berkisar 90-95% terutama ISPA atas. golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah
ISPA bagian bawah disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinik berat sehingga menimbulkan banyak problem dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004). Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan
PATOGENESIS
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.
Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
A. DIAGNOSIS
Umumnya diagnosis ditegakkan secara klinik walaupun diagnosis etiologik sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan bakteriologik dan penunjang lainnya dapat membedakan penyebabnya bakteri atau virus.
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostikvirus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Secara umum terdapat gejala klinis yang sering didapat pada penderita ISPA, yakni rinitis, nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia.
Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan gejala yang sangat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah (Harsono dkk., 1994). Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi 2002):
1). ISPA ringan bukan pneumonia
2). ISPA sedang, pneumonia
3). ISPA berat, pneumonia berat
Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.
1) Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut :
a). Batuk.
b). Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c). Pilek yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
d). Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.
Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat diberi obat penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, anak harus segera dibawa kedokteratau Puskesmas terdekat.
2) Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut:
a). Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b). Suhu lebih dari 390 C.
c). Tenggorokan berwarna merah.
d). Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e). Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f). Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g). Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena jika anak menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 390C, gizinya kurang, umurnya empat bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan petugas kesehatan.
3) Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a) Bibir atau kulit membiru
b) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas.
c) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun.
d) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah.
e) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah.
f). Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
g). Nadi cepat lebih dari 60x/ menit atau tidak teraba
h). Tenggorokan berwarna merah.
MORBIDITAS dan MORTALITAS
Morbiditas ISPA lebih banyak pada negara maju, tidak demikian keadaannya dengan diare, pada negara berkembang morbiditasnya 4 - 5 kali lebih besar dari negara maju). Di Indonesia morbiditas ISPA di pedesaan relatif lebih rendah dari perkotaan.
Mortalitas ISPA yang pasti sampai saat ini belum diketahui.Kematiannya kebanyakan akibat bronkopneumonia dan bronkiolitis. Pada negara berkembang diperkirakan 20-25% kematian anak Balita diakibatkan ISPA. Mortalitas ISPA di Amerika Utara 0,5% per 1000 anak di bawah usia 1 tahun, dan 3-8 per 1000 anak usia 1-5 tahun, sedangkan laporan dari berbagai negara berkembang berkisar 10-44 per 1000 anak di bawah 1 tahun dan 3-8 per 1000 pada anak berusia antara 1-5 tahun. Dari data ini diperkirakan angka kematian akibat ISPA perseribu penduduk 100-200 kali lebih tinggi di negara berkembang daripada negara maju. tingginya angka kematian akibat pneumonia salah satunya disebabkan keterbatasan pengenalan dini. Indikasi utama dari pneumonia yang bisa diketahui dengan jelas adalah bernapas cepat. Artinya, anak atau balita bernapas lebih dari sekian kali per menit.
Sejumlah SKRT thaun 2005 menemukan sebanyak 600.726 orang menderita pneumonia diantaranya 27,22% berada di Jawa Barat. Data balita yang meninggal sebnayak 204.
PENCEGAHAN/PENGOBATAN
Mengingat pencegahan lebih baik dari pengobatan makasebaiknya pengelolaan ISPA dilaksanakan secara menyeluruh Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1) Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
a) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
b) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c) Pada bayi dan anak makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran, dan buah-buahan.
e) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan. Dinkes DKI (2005)
2) Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
Pengobatan pada penderita ISPA:
• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya.
• Pneumonia: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI) merupakan penyakit infeksi di saluran nafas yang bersifat akut (awitan mendadak) yang disebabkan masuknya mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, jamur).
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Secara anatomis penyakit ini dibedakan ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah. Batas antara kedua kelainan ini terletak di laring. Infeksi yang mengenai laring ke atas disebut sebagai ISPA bagian atas, sedangkan bila mengenai dibawah laring disebut sebagai ISPA bagian bawah.
Kelompok yang paling rentan terserang ISPA adalah anak balita, usia 2 bulan hingga 5 tahun. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang memadai agar orangtua bisa mengetahui dan menangani anaknya yang terkena ISPA. Dengan begitu pada akhirnya tingkat kesembuhan anak bisa dicapai maksimal.
ETIOLOGI
Walaupun penyebab ISPA beranekaragam (heterogen) dan komplek namun penyebab terbanyak adalah infeksi virus dan bakteri. Penyebab infeksi ini dapat sendirian atau bersama-sama secara simultan. ISPA sendiri dapat dibedakan atas dua jenis yakni ISPA bagian atas dan ISPA bagian bawah.
Penyebab ISPA akibat infeksi virus berkisar 90-95% terutama ISPA atas. golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah
ISPA bagian bawah disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinik berat sehingga menimbulkan banyak problem dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus Influenza, Bordetella Pertusis, dan Korinebakterium Diffteria (Achmadi dkk., 2004). Bakteri tersebut di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan
PATOGENESIS
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.
Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
A. DIAGNOSIS
Umumnya diagnosis ditegakkan secara klinik walaupun diagnosis etiologik sangat menentukan keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan bakteriologik dan penunjang lainnya dapat membedakan penyebabnya bakteri atau virus.
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostikvirus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Secara umum terdapat gejala klinis yang sering didapat pada penderita ISPA, yakni rinitis, nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia.
Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan gejala yang sangat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah (Harsono dkk., 1994). Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0 Celcius dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi 2002):
1). ISPA ringan bukan pneumonia
2). ISPA sedang, pneumonia
3). ISPA berat, pneumonia berat
Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya dikenal ISPA berat dan ISPA ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding dada yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau daya tahan tubuh pasien sangat kurang. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.
1) Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut :
a). Batuk.
b). Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c). Pilek yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
d). Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.
Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat diberi obat penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik tetapi jika dalam dua hari gejala belum hilang, anak harus segera dibawa kedokteratau Puskesmas terdekat.
2) Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut:
a). Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b). Suhu lebih dari 390 C.
c). Tenggorokan berwarna merah.
d). Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e). Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f). Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g). Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena jika anak menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 390C, gizinya kurang, umurnya empat bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan petugas kesehatan.
3) Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
a) Bibir atau kulit membiru
b) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas.
c) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun.
d) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah.
e) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah.
f). Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
g). Nadi cepat lebih dari 60x/ menit atau tidak teraba
h). Tenggorokan berwarna merah.
MORBIDITAS dan MORTALITAS
Morbiditas ISPA lebih banyak pada negara maju, tidak demikian keadaannya dengan diare, pada negara berkembang morbiditasnya 4 - 5 kali lebih besar dari negara maju). Di Indonesia morbiditas ISPA di pedesaan relatif lebih rendah dari perkotaan.
Mortalitas ISPA yang pasti sampai saat ini belum diketahui.Kematiannya kebanyakan akibat bronkopneumonia dan bronkiolitis. Pada negara berkembang diperkirakan 20-25% kematian anak Balita diakibatkan ISPA. Mortalitas ISPA di Amerika Utara 0,5% per 1000 anak di bawah usia 1 tahun, dan 3-8 per 1000 anak usia 1-5 tahun, sedangkan laporan dari berbagai negara berkembang berkisar 10-44 per 1000 anak di bawah 1 tahun dan 3-8 per 1000 pada anak berusia antara 1-5 tahun. Dari data ini diperkirakan angka kematian akibat ISPA perseribu penduduk 100-200 kali lebih tinggi di negara berkembang daripada negara maju. tingginya angka kematian akibat pneumonia salah satunya disebabkan keterbatasan pengenalan dini. Indikasi utama dari pneumonia yang bisa diketahui dengan jelas adalah bernapas cepat. Artinya, anak atau balita bernapas lebih dari sekian kali per menit.
Sejumlah SKRT thaun 2005 menemukan sebanyak 600.726 orang menderita pneumonia diantaranya 27,22% berada di Jawa Barat. Data balita yang meninggal sebnayak 204.
PENCEGAHAN/PENGOBATAN
Mengingat pencegahan lebih baik dari pengobatan makasebaiknya pengelolaan ISPA dilaksanakan secara menyeluruh Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:
1) Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik
a) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
b) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c) Pada bayi dan anak makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran, dan buah-buahan.
e) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan. Dinkes DKI (2005)
2) Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi
Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).
Pengobatan pada penderita ISPA:
• Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya.
• Pneumonia: diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.
Langganan:
Postingan (Atom)